Kokon adalah kepompong yang dihasilkan ulat sutra. Namun tidak semua
kokon bisa diproses menjadi benang sutra karena kualitasnya yang buruk.
Biasanya, kokon jenis ini akan dibuang. Potensi limbah kokon inilah
dilirik Putu Suwanwedi dan Furi Suminarintyas dengan memproduksi
berbagai kerajinan dan suvenir.
Sebagai bahan baku benang sutra,
tak semua kokon atau kepompong ulat sutra bisa diproses menjadi benang
sutra. Hanya kokon dengan kualitas baik yang bisa dijadikan benang
sutra. Adapun kokon dengan kualitas di bawah standar dibuang atau
dibakar begitu saja.
Melihat banyaknya kokon yang terbuang
percuma dan menjadi sampah, Putu Suanwedi tergerak membuat kerajinan
berbahan baku kokon. "Awalnya saya tidak paham dengan kerajinan dari
kokon ini, namun setelah coba-coba akhirnya bisa juga," kata Putu.
Putu
Suanwedi adalah pemilik Suvanahana Cocoon Craft Bali. Ia mengawali
usaha kerajinan kokon sejak tahun 2007. Usahanya berawal ketika menerima
pesanan pernak-pernik kokon dari seorang teman dari Prancis.
Setelah
bersusah payah memenuhi pesanan, Putu malah kehilangan kontak temannya.
"Dari pada tak berguna, saya jual ke orang lain," ujar perempuan
lulusan D3 ABA Yogyakarta ini.
Tak disangka, banyak orang
tertarik dan memesan suvenir kokon buatan Putu. Melihat potensi ini,
Putu lalu mengembangkan berbagai kerajinan lain. Berbagai aksesori
seperti kalung, cincin, tas serta kap lampu dibuat. Walaupun membuat
berbagai kerajinan, Putu tetap fokus pada pembuatan suvenir bentuk
bunga. "Mudah dan banyak peminatnya," katanya. Walaupun banyak juga
pesanan yang datang untuk suvenir dan kerajinan bentuk lain.
Untuk
produk jepit rambut dari bahan baku kokon bentuk bunga, Putu menjual
dengan harga Rp 5.000 per item. Sedangkan produk kap lampu hias yang
juga dibuat dari kokon harganya Rp 600.000. "Ukuran dan tingkat
kerumitan dalam pembuatan suvenir mempengaruhi harganya," ujar Putu.
Dari penjualan aksesori dan kerajinan kokon yang lain, Putu mengaku bisa mengantongi omzet sekitar Rp 20 juta per bulan.
Selain
Putu, ada juga Furi Suminarintyas dengan My Silk Cocoon Craft di
Yogyakarta. Ia memproduksi berbagai macam suvenir seperti bunga,
kupu-kupu, capung dan berbagai hiasan kap lampu. Harga yang ditawarkan
Furi berkisar antara Rp 50.000 untuk produk paling murah, dan Rp 200.000
untuk kap lampu.
Dengan penjualan mencapai 10.000 item berbagai
ukuran, Furi bisa mengantongi omzet Rp 20 juta -Rp 30 juta sebulan.
"Selain Jakarta, saya juga melakukan ekspor, tapi melalui eksportir agen
ke Jepang," katanya.
Untuk membuat berbagai kerajinan kokon ini,
Putu mengambil bahan baku dari penangkaran ulat sutra maupun kokon yang
didapat dari alam bebas. Kokon yang berasal dari budidaya memiliki
warna cenderung putih. Sedangkan yang berasal dari hutan warnanya kuning
keemasan.
Menurutnya, kokon yang berasal dari alam bebas
memiliki harga jual lebih tinggi. Selain warnanya lebih bagus, juga
proses pembentukan kokon oleh ulat lebih lama. Kokon-kokon itu
didatangkan Putu dari daerah Yogyakarta dan Makassar. Walaupun harga
kokon berfluktuasi, Putu memberi kisaran harga antara Rp 100.000-Rp
150.000 per kilogram (kg).
Dengan dibantu empat karyawan, Putu
membutuhkan sekitar 20 kg kokon untuk pembuatan berbagai macam produk
kerajinan per bulan. Dari jumlah tersebut paling tidak ia bisa membuat
10.000 lebih produk suvenir dengan berbagai ukuran per bulan.
Selain
di Bali, suvenir kokon buatan Putu dipasarkan di pelbagai kota lain di
Indonesia seperti Yogyakarta, Jakarta, Makassar dan Batam. Bahkan,
produk Putu juga telah merambah mancanegara. Sebab, saat ini dia
melayani beberapa agen yang menjual kembali produknya ke Belanda dan
Chili.
Dari total produk yang dihasilkan, tiap hari Putu membuat
sekitar 200 suvenir bunga berbagai ukuran. Jumlah itu menurutnya masih
sedikit. "Sedikit karena proses pembuatannya cukup rumit. Perlu
ketelitian dan kesabaran," katanya. Proses yang menurutnya paling lama
adalah saat memotong dan merangkai. Apalagi alat-alat yang digunakan
sangat sederhana.
Selain pemotongan, ada empat tahapan pembuatan
suvenir dari bahan baku kokon. Tahap pertama yang perlu dilakukan adalah
membersihkan kokon dari kotoran ulat yang masih menempel. Pembersihan
dilakukan dengan tangan karena jika dengan mesin, kokon akan rusak.
Setelah
itu kokon diberi warna dengan menggunakan cat kain. "Namun banyak
pelanggan yang lebih menginginkan suvenir dengan warna natural," kata
Putu.
Setelah pewarnaan, kokon kemudian dipotong dengan gunting
sesuai dengan pola yang dibutuhkan. Terakhir, kokon yang telah dipotong,
biasanya menjadi dua bagian, dirangkai dan di tempel dengan menggunakan
lem hingga terbentuk sebuah rangkaian bunga.
Untuk membuat
rangkaian bunga dengan ukuran rata-rata 7 cm, Putu setidaknya
menghabiskan 50 buah kokon. Adapun untuk bunga yang berukuran 10 cm, ia
memerlukan 80 kokon.
Agar bisa tahan lama hingga
bertahun-tahun, Putu menyarankan agar produk kerajinan kokon dihindarkan
dari tempat yang lembap. Untuk perawatan, suvenir yang terbuat dari
kokon alam perlu dibersihkan dengan mencelupkan ke dalam air dan
diangin-anginkan. Suvenir yang terbuat dari kokon hasil budidaya harus
dibersihkan, misalnya dengan menyikat sampai bersih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar