Selasa, 15 September 2015

Menyulap limbah kokon sutra menjadi suvenir menarik

Kokon adalah kepompong yang dihasilkan ulat sutra. Namun tidak semua kokon bisa diproses menjadi benang sutra karena kualitasnya yang buruk. Biasanya, kokon jenis ini akan dibuang. Potensi limbah kokon inilah dilirik Putu Suwanwedi dan Furi Suminarintyas dengan memproduksi berbagai kerajinan dan suvenir.

Sebagai bahan baku benang sutra, tak semua kokon atau kepompong ulat sutra bisa diproses menjadi benang sutra. Hanya kokon dengan kualitas baik yang bisa dijadikan benang sutra. Adapun kokon dengan kualitas di bawah standar dibuang atau dibakar begitu saja.

Melihat banyaknya kokon yang terbuang percuma dan menjadi sampah, Putu Suanwedi tergerak membuat kerajinan berbahan baku kokon. "Awalnya saya tidak paham dengan kerajinan dari kokon ini, namun setelah coba-coba akhirnya bisa juga," kata Putu.

Putu Suanwedi adalah pemilik Suvanahana Cocoon Craft Bali. Ia mengawali usaha kerajinan kokon sejak tahun 2007. Usahanya berawal ketika menerima pesanan pernak-pernik kokon dari seorang teman dari Prancis.

Setelah bersusah payah memenuhi pesanan, Putu malah kehilangan kontak temannya. "Dari pada tak berguna, saya jual ke orang lain," ujar perempuan lulusan D3 ABA Yogyakarta ini.

Tak disangka, banyak orang tertarik dan memesan suvenir kokon buatan Putu. Melihat potensi ini, Putu lalu mengembangkan berbagai kerajinan lain. Berbagai aksesori seperti kalung, cincin, tas serta kap lampu dibuat. Walaupun membuat berbagai kerajinan, Putu tetap fokus pada pembuatan suvenir bentuk bunga. "Mudah dan banyak peminatnya," katanya. Walaupun banyak juga pesanan yang datang untuk suvenir dan kerajinan bentuk lain.

Untuk produk jepit rambut dari bahan baku kokon bentuk bunga, Putu menjual dengan harga Rp 5.000 per item. Sedangkan produk kap lampu hias yang juga dibuat dari kokon harganya Rp 600.000. "Ukuran dan tingkat kerumitan dalam pembuatan suvenir mempengaruhi harganya," ujar Putu.

Dari penjualan aksesori dan kerajinan kokon yang lain, Putu mengaku bisa mengantongi omzet sekitar Rp 20 juta per bulan.

Selain Putu, ada juga Furi Suminarintyas dengan My Silk Cocoon Craft di Yogyakarta. Ia memproduksi berbagai macam suvenir seperti bunga, kupu-kupu, capung dan berbagai hiasan kap lampu. Harga yang ditawarkan Furi berkisar antara Rp 50.000 untuk produk paling murah, dan Rp 200.000 untuk kap lampu.

Dengan penjualan mencapai 10.000 item berbagai ukuran, Furi bisa mengantongi omzet Rp 20 juta -Rp 30 juta sebulan. "Selain Jakarta, saya juga melakukan ekspor, tapi melalui eksportir agen ke Jepang," katanya.

Untuk membuat berbagai kerajinan kokon ini, Putu mengambil bahan baku dari penangkaran ulat sutra maupun kokon yang didapat dari alam bebas. Kokon yang berasal dari budidaya memiliki warna cenderung putih. Sedangkan yang berasal dari hutan warnanya kuning keemasan.

Menurutnya, kokon yang berasal dari alam bebas memiliki harga jual lebih tinggi. Selain warnanya lebih bagus, juga proses pembentukan kokon oleh ulat lebih lama. Kokon-kokon itu didatangkan Putu dari daerah Yogyakarta dan Makassar. Walaupun harga kokon berfluktuasi, Putu memberi kisaran harga antara Rp 100.000-Rp 150.000 per kilogram (kg).

Dengan dibantu empat karyawan, Putu membutuhkan sekitar 20 kg kokon untuk pembuatan berbagai macam produk kerajinan per bulan. Dari jumlah tersebut paling tidak ia bisa membuat 10.000 lebih produk suvenir dengan berbagai ukuran per bulan.

Selain di Bali, suvenir kokon buatan Putu dipasarkan di pelbagai kota lain di Indonesia seperti Yogyakarta, Jakarta, Makassar dan Batam. Bahkan, produk Putu juga telah merambah mancanegara. Sebab, saat ini dia melayani beberapa agen yang menjual kembali produknya ke Belanda dan Chili.

Dari total produk yang dihasilkan, tiap hari Putu membuat sekitar 200 suvenir bunga berbagai ukuran. Jumlah itu menurutnya masih sedikit. "Sedikit karena proses pembuatannya cukup rumit. Perlu ketelitian dan kesabaran," katanya. Proses yang menurutnya paling lama adalah saat memotong dan merangkai. Apalagi alat-alat yang digunakan sangat sederhana.

Selain pemotongan, ada empat tahapan pembuatan suvenir dari bahan baku kokon. Tahap pertama yang perlu dilakukan adalah membersihkan kokon dari kotoran ulat yang masih menempel. Pembersihan dilakukan dengan tangan karena jika dengan mesin, kokon akan rusak.

Setelah itu kokon diberi warna dengan menggunakan cat kain. "Namun banyak pelanggan yang lebih menginginkan suvenir dengan warna natural," kata Putu.

Setelah pewarnaan, kokon kemudian dipotong dengan gunting sesuai dengan pola yang dibutuhkan. Terakhir, kokon yang telah dipotong, biasanya menjadi dua bagian, dirangkai dan di tempel dengan menggunakan lem hingga terbentuk sebuah rangkaian bunga.

Untuk membuat rangkaian bunga dengan ukuran rata-rata 7 cm, Putu setidaknya menghabiskan 50 buah kokon. Adapun untuk bunga yang berukuran 10 cm, ia memerlukan 80 kokon.

Agar bisa tahan lama hingga bertahun-tahun, Putu menyarankan agar produk kerajinan kokon dihindarkan dari tempat yang lembap. Untuk perawatan, suvenir yang terbuat dari kokon alam perlu dibersihkan dengan mencelupkan ke dalam air dan diangin-anginkan. Suvenir yang terbuat dari kokon hasil budidaya harus dibersihkan, misalnya dengan menyikat sampai bersih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar