Rabu, 02 September 2015

Daun Lontar Sarana Komunikasi

Daun lontar bagi orang Bali memegang peran penting untuk sarana informasi dan komunikasi. Artinya, sebelum ditemukannya buku tulis (kertas) sebagai alat untuk menulis, orang Bali memanfaatkan daun lontar sebagai alat untuk menulis.
Tradisi menulis di atas daun lontar merupakan tradisi kuno yang dilakukan oleh nenek moyang orang Bali sejak ratusan tahun silam. Dan, tradisi ini terus bertahan hingga sekarang. Mereka tetap menulis di atas daun lontar, terutama bila menulis awig-awig adat (aturan-aturan desa).
Lalu, bagaimana kalau daun lontar menjadi lapuk? Bagaimana cara mereka mengatasi masalah tersebut? Dimanakah kita dapat melihat orang yang masih menekuni tradisi ini? Tentu masih banyak. Jika Anda sedang berada di Kabupaten Gianyar, datang saja ke sebuah desa kecil, sekitar 7 km dari kota Gianyar menuju selatan. Anda akan menjumpai desa yang bernama Br. Tojan Kanginan, Kecamatan Blahbatuh.
Disitu Anda akan bertemu dengan seorang penyembuh traditional (balian) I Wayan Tusan alias Putu Pranata. Walau penampilannya yang nampak menakutkan, namun beliau cukup disegani sehingga banyak yang datang kepadanya untuk berobat atau konsultasi tentang cara pengobatan.
Pria kelahiran 1957 ini, sering juga dicari wisatawan mancanegara yaitu dari Amerika, Australia dan India. Mereka tentu ingin membaca lontar-lontar miliknya. Di rumahnya terdapat hampir 100 bundel lontar. Beberapa lontar ditempatkan khusus dan diperlakukan sebagai benda sakral yang disucikan.
Beberapa jenis lontar ada di sana yaitu lontar Usada (alat petunjuk pengobatan). Jenis lontar ini cukup banyak yaitu lontar usada sari, lontar usada punggung tiwas, dll. Ada juga lontar tenung (tindik sejati) yang digunakan untuk meramal atau mendeteksi suatu penyakit atau untuk mendeteksi dimana keberadaan seseorang yang hilang secara gaib. Anda ingin tahu lebih jauh tentang lontar miliknya, kedatangan Anda kapan saja akan diterima dengan ramah.
Selain I Wayan Tusan, di Gianyar ada I Gusti Made Subur yang selalu memanfaatkan lontar untuk barang seni kerajinan. Pria kelahiran 1959 yang sebagian rambutnya sudah memutih ini pekerjaannya menganyam barang kerajinan dari daun lontar. Beberapa jenis anyaman dibuatnya yaitu tas, dompet, topi, basket (tempat sampah), dll.
Bapak tiga anak ini menggeluti kerajinan anyaman daun lontar sejak kecil, sekitar 1970’an. “Itu saya lakukan karena orang tua saya juga penganyam,” katanya kepada Bali Travel News sambil menambahkan, saat ini anyamannya masih laku di pasaran. Buktinya ia menerima banyak pesanan.
Harga anyamannya berkisar antara Rp.1500 sampai Rp.45.000, tergantung design dan ukurannya. “Sekali-kali saya ikut pameran di hotel-hotel, bahkan pernah ke Jakarta,” katanya.
Saat ini konsumennya berasal dari Prancis, Italy dan Jakarta. Ditanya tentang pewarnaan, ia selalu menggunakan warna-warna traditional yaitu menanam daun lontar di lumpur selama tiga hari dua malam. Kemudian dijemur. Setelah kering ditanam lagi selama dua hari lalu dikeringkan dan direbus hingga menghasilkan warna coklat.
Sedangkan untuk warna hitam dilakukan dengan proses yang sama seperti pada warna coklat, cuma pada saat merebusnya harus menggunakan daun rijasa yang sudah ditumbuk halus, sehingga menghasilkan warna hitam yang alami. Kalau mau warna selain warna coklat dan hitam, misalnya warna merah, ia menggunakan zat pewarna merah (kusumba merah). Demikian pula warna-warna lainnya. Ingin melihat anyaman dari daun lontar? Datang saja ke rumahnya di Br.Bona Kaja, Desa Bona, Gianyar.
Ada lagi pengrajin daun lontar. Bapak yang satu ini khusus membuat kalender Bali lengkap yang ditulis di atas daun lontar yaitu dalam bahasa Bali yang diterjemahkan ke bahasa Inggris. Lontar ini sangat laku, terutama bagi tourist Amerika dan Eropa. “Sebulan saya mampu menjual 5 set lontar ini dengan harga Rp.50.000,” kata I Wayan Sumadia yang tinggal di Jln. Letda Made Suta, Sukawati, Gianyar.(BTN/Ketut Budiarta)

sekarang ini menginjak abat modern daun lontar menjadi kerajinan unik

           
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar