Kokon adalah kepompong yang dihasilkan ulat sutra. Namun tidak semua
kokon bisa diproses menjadi benang sutra karena kualitasnya yang buruk.
Biasanya, kokon jenis ini akan dibuang. Potensi limbah kokon inilah
dilirik Putu Suwanwedi dan Furi Suminarintyas dengan memproduksi
berbagai kerajinan dan suvenir.
Sebagai bahan baku benang sutra,
tak semua kokon atau kepompong ulat sutra bisa diproses menjadi benang
sutra. Hanya kokon dengan kualitas baik yang bisa dijadikan benang
sutra. Adapun kokon dengan kualitas di bawah standar dibuang atau
dibakar begitu saja.
Melihat banyaknya kokon yang terbuang
percuma dan menjadi sampah, Putu Suanwedi tergerak membuat kerajinan
berbahan baku kokon. "Awalnya saya tidak paham dengan kerajinan dari
kokon ini, namun setelah coba-coba akhirnya bisa juga," kata Putu.
Putu
Suanwedi adalah pemilik Suvanahana Cocoon Craft Bali. Ia mengawali
usaha kerajinan kokon sejak tahun 2007. Usahanya berawal ketika menerima
pesanan pernak-pernik kokon dari seorang teman dari Prancis.
Setelah
bersusah payah memenuhi pesanan, Putu malah kehilangan kontak temannya.
"Dari pada tak berguna, saya jual ke orang lain," ujar perempuan
lulusan D3 ABA Yogyakarta ini.
Tak disangka, banyak orang
tertarik dan memesan suvenir kokon buatan Putu. Melihat potensi ini,
Putu lalu mengembangkan berbagai kerajinan lain. Berbagai aksesori
seperti kalung, cincin, tas serta kap lampu dibuat. Walaupun membuat
berbagai kerajinan, Putu tetap fokus pada pembuatan suvenir bentuk
bunga. "Mudah dan banyak peminatnya," katanya. Walaupun banyak juga
pesanan yang datang untuk suvenir dan kerajinan bentuk lain.
Untuk
produk jepit rambut dari bahan baku kokon bentuk bunga, Putu menjual
dengan harga Rp 5.000 per item. Sedangkan produk kap lampu hias yang
juga dibuat dari kokon harganya Rp 600.000. "Ukuran dan tingkat
kerumitan dalam pembuatan suvenir mempengaruhi harganya," ujar Putu.
Dari penjualan aksesori dan kerajinan kokon yang lain, Putu mengaku bisa mengantongi omzet sekitar Rp 20 juta per bulan.
Selain
Putu, ada juga Furi Suminarintyas dengan My Silk Cocoon Craft di
Yogyakarta. Ia memproduksi berbagai macam suvenir seperti bunga,
kupu-kupu, capung dan berbagai hiasan kap lampu. Harga yang ditawarkan
Furi berkisar antara Rp 50.000 untuk produk paling murah, dan Rp 200.000
untuk kap lampu.
Dengan penjualan mencapai 10.000 item berbagai
ukuran, Furi bisa mengantongi omzet Rp 20 juta -Rp 30 juta sebulan.
"Selain Jakarta, saya juga melakukan ekspor, tapi melalui eksportir agen
ke Jepang," katanya.
Untuk membuat berbagai kerajinan kokon ini,
Putu mengambil bahan baku dari penangkaran ulat sutra maupun kokon yang
didapat dari alam bebas. Kokon yang berasal dari budidaya memiliki
warna cenderung putih. Sedangkan yang berasal dari hutan warnanya kuning
keemasan.
Menurutnya, kokon yang berasal dari alam bebas
memiliki harga jual lebih tinggi. Selain warnanya lebih bagus, juga
proses pembentukan kokon oleh ulat lebih lama. Kokon-kokon itu
didatangkan Putu dari daerah Yogyakarta dan Makassar. Walaupun harga
kokon berfluktuasi, Putu memberi kisaran harga antara Rp 100.000-Rp
150.000 per kilogram (kg).
Dengan dibantu empat karyawan, Putu
membutuhkan sekitar 20 kg kokon untuk pembuatan berbagai macam produk
kerajinan per bulan. Dari jumlah tersebut paling tidak ia bisa membuat
10.000 lebih produk suvenir dengan berbagai ukuran per bulan.
Selain
di Bali, suvenir kokon buatan Putu dipasarkan di pelbagai kota lain di
Indonesia seperti Yogyakarta, Jakarta, Makassar dan Batam. Bahkan,
produk Putu juga telah merambah mancanegara. Sebab, saat ini dia
melayani beberapa agen yang menjual kembali produknya ke Belanda dan
Chili.
Dari total produk yang dihasilkan, tiap hari Putu membuat
sekitar 200 suvenir bunga berbagai ukuran. Jumlah itu menurutnya masih
sedikit. "Sedikit karena proses pembuatannya cukup rumit. Perlu
ketelitian dan kesabaran," katanya. Proses yang menurutnya paling lama
adalah saat memotong dan merangkai. Apalagi alat-alat yang digunakan
sangat sederhana.
Selain pemotongan, ada empat tahapan pembuatan
suvenir dari bahan baku kokon. Tahap pertama yang perlu dilakukan adalah
membersihkan kokon dari kotoran ulat yang masih menempel. Pembersihan
dilakukan dengan tangan karena jika dengan mesin, kokon akan rusak.
Setelah
itu kokon diberi warna dengan menggunakan cat kain. "Namun banyak
pelanggan yang lebih menginginkan suvenir dengan warna natural," kata
Putu.
Setelah pewarnaan, kokon kemudian dipotong dengan gunting
sesuai dengan pola yang dibutuhkan. Terakhir, kokon yang telah dipotong,
biasanya menjadi dua bagian, dirangkai dan di tempel dengan menggunakan
lem hingga terbentuk sebuah rangkaian bunga.
Untuk membuat
rangkaian bunga dengan ukuran rata-rata 7 cm, Putu setidaknya
menghabiskan 50 buah kokon. Adapun untuk bunga yang berukuran 10 cm, ia
memerlukan 80 kokon.
Agar bisa tahan lama hingga
bertahun-tahun, Putu menyarankan agar produk kerajinan kokon dihindarkan
dari tempat yang lembap. Untuk perawatan, suvenir yang terbuat dari
kokon alam perlu dibersihkan dengan mencelupkan ke dalam air dan
diangin-anginkan. Suvenir yang terbuat dari kokon hasil budidaya harus
dibersihkan, misalnya dengan menyikat sampai bersih.
Selasa, 15 September 2015
Bisnis Replika Binatang Dari Kaleng Bekas Berkualitas
Secara sekilas tidak ada yang menyangka keindahan berbagai kerajinan replika
binatang yang sangat indah itu adalah hasil kerajinan dari kaleng bekas.
Beraneka ragam replika binatang seperti burung merak, ayam jagi, burung garuda
dan binatang lain itu adalah karya Kusnodin, lelaki 51 tahun asal Magelang Jawa
Tengah. Kerajinan mengolah kaleng bekas menjadi replika binatang memang telah
menjadi sumber penghidupannya saat ini. Pasar untuk hasil kerajinannya
kebanyakan dibeli oleh orang asing yang berwisata di beberapa tempat di
Yogyakarta.
Satu buah kerajinan tangan dari kaleng bekas yang berupa replika binatang
buatan Kusnodin dijual Rp 145.000 hingga Rp 450.000. Harga tergantung pada
kerumitan pengerjaan dan besar-kecilnya ukuran replika binatang. Pemasaran
untuk kerajinan replika binatang dari kaleng bekas ini dipasarkan di berbagai
gleri kerajinan tangan di sejumlah daerah tujuan wisata mancanegara. Yogyakarta
merupakan satu dari sekian kota yang biasa dipasok Kusnodin.
Proses membuat kerajinan replika binatang dari kaleng bekas ini telah
dilakukan Kusnodin sejak 1987. Rasa penasarannya pun diwujudkan dengan memulai
mencoba membuat replika binatang yang sederhana. Namun ternyata usaha awal itu
kurang sukses. Hasil kerajinan replika binatang produksinya tidak karuan
bentuknya.
Namun kegagalan tersebut tidak menyurutkan kegigihan dan semangatnya untuk
membuat kerajinan replika binatang dari kaleng bekas. Dengan tekun ia mengamati
beragam binatang lengkap dengan detailnya. Setelah mempelajari dengan penuh
ketekunan akhirnya ia berhasi membuat replika binatang yang sangat mirip dengan
aslinya.
Proses produksi kerajinan replika binatang dari kaleng bekas ini dilakukan
Kusnodin di rumahnya di Dusun Pongangan, Kelurahan Ngadirejo, Kecamatan
Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Untuk membuat kerajinan replika binatang dari kaleng bekas ini , bahan baku
kerajinan yang dibuatnya adalah beragam kaleng bekas. Kaleng itu berasal dari
para pemulung. Untuk membuat replika binatang, mula-mula kaleng dibuka hingga
berbentuk lembaran. Setelah itu kaleng dipotong dan dibentuk sesuai dengan pola
yang diinginkan.
Setelah itu, kaleng yang telah disulap menjadi seperti bulu binatang itu
dirangkai dan disambungkan satu sama lain. Ada yang menggunakan lem, ada pula
yang memakai paku sebagai alat penyambungnya. Setelah disambung, bentuk
binatang seutuhnya pun tercipta.
Sebagai langkah finishing, Kusnodin melakukan proses pewarnaan, proses
pewarnaan sendiri memakai warna dasar kaleng. Dia hanya sedikit menambahkan
warna, terutama agar warna terlihat lebih bening dan mengilap saja. Untuk
menghasilkan replika binatang sampai siap jual, Kusnodin memerlukan waktu dua
minggu.
Untuk mengerjakan kerajinan replika binatang dari kaleng bekas ini, Kusnodin
dibantu oleh anggota keluarganya. Dulu sebelum krisis moneter 1998 banyak orang
yang membantu ikut bekerja padanya. Saat itu prosuksinya sangat banyak, hingga
diekspor ke berbagai negara. Namun karena kondisi krisis moneter tersebut
penjualannya menurun dan hanya terbatas pada galeri kerajinan saja.
Meski pasar eksport tidak lagi seperti dulu namun kerajinan replika binatang
Kunodin tetaplah laris di pasaran. Menurut lelaki yang pernah berprofesi
sebagai sopir angkot ini dari bisnis kerajinan replika binatang kaleng bekas
ini bisa menghidupi keluarga dan menguliahkan dua anaknya hingga menjadi
sarjana. Selain itu mobil dari hasil bisnis kerajinan replika binatang dari
kaleng bekas bertengger di rumahnhya.
Rabu, 02 September 2015
Kerajinan Tangan Dari Daun Pelepah Pisang
Sebagain besar masyarakat menganggap daun pelepah pisang kering
adalah sampah yang tidak berguna. Bahkan terkadang oleh orang tua dau
pelepah pisang kering hanya dibakar begitu saja karena dianggap sampah
yang mengotori kebun. Namun kini daun pelepah pisang kering dapat
dijadikan sebagai kerajinan tangan yang indah dan memiliki nilai ekonomi
yang tinggi. Tangan-tangan kreatiflah yang menjadikan limbah daun
kering menjadi kerajinan tangan yang mendatangkan rezeki dan dapat
dijadikan sebagai peluang usaha.
Kerajinan tangan dari daun pelepah pisang kering merupakan kerajinan
tangan yang gampang-gampang susah, yang penting adalah niatnya untuk
belajar. Kerajinan tangan dari daun sebaiknya menggunakan daun yang
berjatuhan di tanah, mulai dari daun yang berwarna kuning hingga daun
yang berwarna cokelat dan benar-benar kering. Berikut ini adalah cara
membuat kerajinan tangan dari daun pelepah pisang kering.
Bahan :
- Daun pelepah pisang kering.
- Straples.
- Lidi atau kawat kaku yang panjang.
- Kertas kreps warna hijau.
- Pylox.
Alat :
- Gunting.
- Penggaris.
- Pulpen.
Cara membuat kerajinan tangan dari daun pelepah pisang kering :
- Siapkan daun pelepah pisang yang sudah kering, kemudian buat pola daun pisang dengan menggunakan pulpen. Polanya berbentuk segitiga (pola segitiga ini di buat untuk di jadikan sebagai mahkota bunga). Usahakan membentuk pola menggunakan gunting jangan menggunakan cutter.
- Masukkan lidi di tengah pola yang telah dibuat. Kemudian bentuk pola segitiga yang telah dibuat menjadi sebuah kerucut.
- Siapkan daun pelepah pisang yang sudah kering, kemudian buat pola daun pisang dengan menggunakan pulpen. Pola yang kedua ini berbentuk oval panjang (pola ini di buat untuk di jadikan kelopak bunga). Buat pola sebanyak 5 buah untuk setangkai bunga.
- Ambil 1 buah pola oval lalu buat pola tersebut menjadi agak melengkung seperti daun pada umumnya dengan cara menggesekkan nya dengan penggaris.
- Ambil satu pola segitiga yang telah dibentuk menjadi kerucut, kemudian ambil satu pola oval yang sudah melengkung dan selanjutnya di straples di bagian ujung pola melengkung dengan bagian luar kerucut (yang di balik). Lalu ambil lagi pola melengkungnya dan di straples lagi sampai 5 buah. Lalu di pylox sesuai warna bunga.
- Untuk mempercantik bunga, masukkan beberapa tangkai bunga dari daun kering ke dalam vas atau pot, pot bisa juga di buat dari botol air mineral bekas biar lebih unik, dan di warnai dengan pylox.
Itulah proses pembuatan kerajinan tangan dari daun pelepah pisang
kering yang dapat menjadi panduan jika Anda tertarik untuk membuatnya.
Semoga dapat bermanfaat dan selamat berkreasi.
Kerajinan Anyaman Daun Pandan Dikenal Sejak Dulu
Kerajian anyaman dari daun pandan menjadi salah satu produk unggulan yang dimiliki Desa Sasak Panjang Kecamatan Tajurhalang. Kerajinan anyaman tersebut diproduksi oleh para ibu PKK Desa Sasak Panjang setelah mendapat pelatihan dari Dinas Perindutrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten Bogor pada 2009 lalu.
Berbagai jenis anyaman seperti tikar, alas sejadah, topi, tas tempat penyimpanan koran hingga dompet dibuat dari daun pandan yang banyak tumbuh di desa setempat. Dan pernah dipamerkan di Jakarta Convention Center (JCC). “Saat pameran di JCC, produk yang paling banyak diminati adalah jenis tas ukuran besar,” kata Ketua PKK Desa Sasak Panjang, Yoyoh Iman Irmawan, baru-baru ini.
Ia juga menyebutkan jika mayoritas warga khususnya para ibu di Desa Sasak Panjang dari dulu merupakan pengrajin dari hasil alam seperti tikar, talenan bahkan sandal bakiak. “Kami mencoba memanfaatkan hasil alam yang ada di desa kami seperti daun pandan yang memang banyak tumbuh disini , dan kemampuan para kader PKK dalam membuat anyaman juga tidak lepas dari faktor turunan dari orang tua yang memang sudah menjadi pengrajin anyaman,” jelas Yoyoh, yang memilki 25 anggota kader PKK.
Selain mendapat pelatihan dari Disperindagkop, para kader PKK ini juga dibantu dalam pengembangan usahanya seperti mengikuti acara pameran di JCC, Bogor Expo dan lain-lain. “Kami juga terus mengembangkan usaha dengan mengikuti pameran lainnya, walaupun biasanya kami harus iuran dalam mengeluarkan dana sendiri untuk biaya pendaftaran pameran,” ujarnya yang menamai produknya dengan nama “SAPA” yang merupakan singkatan dari nama desa Sasak Panjang.
Pembuatan anyaman dari daun pandan sendiri cukup rumit. Menurut Mulyani salah satu kader dari Pokja 4 PKK Desa Sasak Panjang, proses pembuatan anyaman sendiri membutuhkan waktu setidaknya 4 sampai 5 hari.
“Daun pandan yang sudah dipisahkan dari pelepahnya dengan cara penyiringan dan dipotong kecil-kecil, untuk proses ini kami memerlukan waktu 1 hari. Kemudian daun tersebut kami rebus selama satu jam lalu ditiriskan dengan air dingin dan didiamkan selam satu hari. Setelah itu, dijemur dan dipepes lagi agar daun lembek sehingga mudah untuk dianyam. Tahap berikutnya, setelah jadi barang tersebut diberi warna dengan zat pewarna makanan dan diolesi minyak sayur agar dalam proses pengeringannya warna tersebut tidak pudar lalu direbus kembali,” beber Mulyani (43).
Produk-produk yang dihasilkan ini dijual dengan harga bervariasi. Untuk jenis Tikar ukuran besar dihargai Rp. 100.000,-, tikar ukuran kecil Rp. 75.000,-, Box Koran Rp. 150.000,-, Tas besar alus Rp. 100.000,-, tas besar biasa Rp. 50.000, sampai Rp. 80.000- dan dompet dilepas kepasaran dengan harga Rp. 25.000.
Daun Lontar Sarana Komunikasi
Daun lontar bagi orang Bali memegang peran penting untuk
sarana informasi dan komunikasi. Artinya, sebelum ditemukannya buku
tulis (kertas) sebagai alat untuk menulis, orang Bali memanfaatkan daun
lontar sebagai alat untuk menulis.
Tradisi menulis di atas daun lontar merupakan tradisi kuno yang dilakukan oleh nenek moyang orang Bali sejak ratusan tahun silam. Dan, tradisi ini terus bertahan hingga sekarang. Mereka tetap menulis di atas daun lontar, terutama bila menulis awig-awig adat (aturan-aturan desa).
Lalu, bagaimana kalau daun lontar menjadi lapuk? Bagaimana cara mereka mengatasi masalah tersebut? Dimanakah kita dapat melihat orang yang masih menekuni tradisi ini? Tentu masih banyak. Jika Anda sedang berada di Kabupaten Gianyar, datang saja ke sebuah desa kecil, sekitar 7 km dari kota Gianyar menuju selatan. Anda akan menjumpai desa yang bernama Br. Tojan Kanginan, Kecamatan Blahbatuh.
Disitu Anda akan bertemu dengan seorang penyembuh traditional (balian) I Wayan Tusan alias Putu Pranata. Walau penampilannya yang nampak menakutkan, namun beliau cukup disegani sehingga banyak yang datang kepadanya untuk berobat atau konsultasi tentang cara pengobatan.
Pria kelahiran 1957 ini, sering juga dicari wisatawan mancanegara yaitu dari Amerika, Australia dan India. Mereka tentu ingin membaca lontar-lontar miliknya. Di rumahnya terdapat hampir 100 bundel lontar. Beberapa lontar ditempatkan khusus dan diperlakukan sebagai benda sakral yang disucikan.
Beberapa jenis lontar ada di sana yaitu lontar Usada (alat petunjuk pengobatan). Jenis lontar ini cukup banyak yaitu lontar usada sari, lontar usada punggung tiwas, dll. Ada juga lontar tenung (tindik sejati) yang digunakan untuk meramal atau mendeteksi suatu penyakit atau untuk mendeteksi dimana keberadaan seseorang yang hilang secara gaib. Anda ingin tahu lebih jauh tentang lontar miliknya, kedatangan Anda kapan saja akan diterima dengan ramah.
Selain I Wayan Tusan, di Gianyar ada I Gusti Made Subur yang selalu memanfaatkan lontar untuk barang seni kerajinan. Pria kelahiran 1959 yang sebagian rambutnya sudah memutih ini pekerjaannya menganyam barang kerajinan dari daun lontar. Beberapa jenis anyaman dibuatnya yaitu tas, dompet, topi, basket (tempat sampah), dll.
Bapak tiga anak ini menggeluti kerajinan anyaman daun lontar sejak kecil, sekitar 1970’an. “Itu saya lakukan karena orang tua saya juga penganyam,” katanya kepada Bali Travel News sambil menambahkan, saat ini anyamannya masih laku di pasaran. Buktinya ia menerima banyak pesanan.
Harga anyamannya berkisar antara Rp.1500 sampai Rp.45.000, tergantung design dan ukurannya. “Sekali-kali saya ikut pameran di hotel-hotel, bahkan pernah ke Jakarta,” katanya.
Saat ini konsumennya berasal dari Prancis, Italy dan Jakarta. Ditanya tentang pewarnaan, ia selalu menggunakan warna-warna traditional yaitu menanam daun lontar di lumpur selama tiga hari dua malam. Kemudian dijemur. Setelah kering ditanam lagi selama dua hari lalu dikeringkan dan direbus hingga menghasilkan warna coklat.
Sedangkan untuk warna hitam dilakukan dengan proses yang sama seperti pada warna coklat, cuma pada saat merebusnya harus menggunakan daun rijasa yang sudah ditumbuk halus, sehingga menghasilkan warna hitam yang alami. Kalau mau warna selain warna coklat dan hitam, misalnya warna merah, ia menggunakan zat pewarna merah (kusumba merah). Demikian pula warna-warna lainnya. Ingin melihat anyaman dari daun lontar? Datang saja ke rumahnya di Br.Bona Kaja, Desa Bona, Gianyar.
Ada lagi pengrajin daun lontar. Bapak yang satu ini khusus membuat kalender Bali lengkap yang ditulis di atas daun lontar yaitu dalam bahasa Bali yang diterjemahkan ke bahasa Inggris. Lontar ini sangat laku, terutama bagi tourist Amerika dan Eropa. “Sebulan saya mampu menjual 5 set lontar ini dengan harga Rp.50.000,” kata I Wayan Sumadia yang tinggal di Jln. Letda Made Suta, Sukawati, Gianyar.(BTN/Ketut Budiarta)
sekarang ini menginjak abat modern daun lontar menjadi kerajinan unik
Tradisi menulis di atas daun lontar merupakan tradisi kuno yang dilakukan oleh nenek moyang orang Bali sejak ratusan tahun silam. Dan, tradisi ini terus bertahan hingga sekarang. Mereka tetap menulis di atas daun lontar, terutama bila menulis awig-awig adat (aturan-aturan desa).
Lalu, bagaimana kalau daun lontar menjadi lapuk? Bagaimana cara mereka mengatasi masalah tersebut? Dimanakah kita dapat melihat orang yang masih menekuni tradisi ini? Tentu masih banyak. Jika Anda sedang berada di Kabupaten Gianyar, datang saja ke sebuah desa kecil, sekitar 7 km dari kota Gianyar menuju selatan. Anda akan menjumpai desa yang bernama Br. Tojan Kanginan, Kecamatan Blahbatuh.
Disitu Anda akan bertemu dengan seorang penyembuh traditional (balian) I Wayan Tusan alias Putu Pranata. Walau penampilannya yang nampak menakutkan, namun beliau cukup disegani sehingga banyak yang datang kepadanya untuk berobat atau konsultasi tentang cara pengobatan.
Pria kelahiran 1957 ini, sering juga dicari wisatawan mancanegara yaitu dari Amerika, Australia dan India. Mereka tentu ingin membaca lontar-lontar miliknya. Di rumahnya terdapat hampir 100 bundel lontar. Beberapa lontar ditempatkan khusus dan diperlakukan sebagai benda sakral yang disucikan.
Beberapa jenis lontar ada di sana yaitu lontar Usada (alat petunjuk pengobatan). Jenis lontar ini cukup banyak yaitu lontar usada sari, lontar usada punggung tiwas, dll. Ada juga lontar tenung (tindik sejati) yang digunakan untuk meramal atau mendeteksi suatu penyakit atau untuk mendeteksi dimana keberadaan seseorang yang hilang secara gaib. Anda ingin tahu lebih jauh tentang lontar miliknya, kedatangan Anda kapan saja akan diterima dengan ramah.
Selain I Wayan Tusan, di Gianyar ada I Gusti Made Subur yang selalu memanfaatkan lontar untuk barang seni kerajinan. Pria kelahiran 1959 yang sebagian rambutnya sudah memutih ini pekerjaannya menganyam barang kerajinan dari daun lontar. Beberapa jenis anyaman dibuatnya yaitu tas, dompet, topi, basket (tempat sampah), dll.
Bapak tiga anak ini menggeluti kerajinan anyaman daun lontar sejak kecil, sekitar 1970’an. “Itu saya lakukan karena orang tua saya juga penganyam,” katanya kepada Bali Travel News sambil menambahkan, saat ini anyamannya masih laku di pasaran. Buktinya ia menerima banyak pesanan.
Harga anyamannya berkisar antara Rp.1500 sampai Rp.45.000, tergantung design dan ukurannya. “Sekali-kali saya ikut pameran di hotel-hotel, bahkan pernah ke Jakarta,” katanya.
Saat ini konsumennya berasal dari Prancis, Italy dan Jakarta. Ditanya tentang pewarnaan, ia selalu menggunakan warna-warna traditional yaitu menanam daun lontar di lumpur selama tiga hari dua malam. Kemudian dijemur. Setelah kering ditanam lagi selama dua hari lalu dikeringkan dan direbus hingga menghasilkan warna coklat.
Sedangkan untuk warna hitam dilakukan dengan proses yang sama seperti pada warna coklat, cuma pada saat merebusnya harus menggunakan daun rijasa yang sudah ditumbuk halus, sehingga menghasilkan warna hitam yang alami. Kalau mau warna selain warna coklat dan hitam, misalnya warna merah, ia menggunakan zat pewarna merah (kusumba merah). Demikian pula warna-warna lainnya. Ingin melihat anyaman dari daun lontar? Datang saja ke rumahnya di Br.Bona Kaja, Desa Bona, Gianyar.
Ada lagi pengrajin daun lontar. Bapak yang satu ini khusus membuat kalender Bali lengkap yang ditulis di atas daun lontar yaitu dalam bahasa Bali yang diterjemahkan ke bahasa Inggris. Lontar ini sangat laku, terutama bagi tourist Amerika dan Eropa. “Sebulan saya mampu menjual 5 set lontar ini dengan harga Rp.50.000,” kata I Wayan Sumadia yang tinggal di Jln. Letda Made Suta, Sukawati, Gianyar.(BTN/Ketut Budiarta)
sekarang ini menginjak abat modern daun lontar menjadi kerajinan unik
Beberapa Jenis Bambu Untuk Kerajinan
Beberapa Jenis Bambu Untuk Kerajinan
Jenis Bambu Untuk Kerajinan
Komoditas bambu Indonesia
mempunyai potensi yang besar. Kita memiliki berbagai jenis bambu yang
benilai ekonomis tinggi. Bambu yang disebut juga haur (aur) atau buluh,
termasuk dalam famili Gramineae. Tanaman
ini tersebar di daerah tropik dan subtropik, meski terdapat juga di
daerah dingin seperti Jepang, China, dan Amerika Serikat. Diperkirakan
di seluruh dunia terdapat sekitar 600-700 spesies bambu yang mewakili
kira-kira 60 genera. Dari jumlah tersebut, 300 spesies tumbuh di Asia,
kebanyakan di wilayah Indoburma yang dianggap sebagai daerah asalnya.
Negara penghasil bambu terbesar di dunia
adalah India yang memiliki perkebunan bambu seluas 9 juta ha. Yang
kedua adalah China dengan luasan kebun bambu 3 juta ha, diikuti oleh
Jepang seluas 120.000 ha.
Dari sekian banyak jenis bambu
yang kita miliki, ternyata masing-masing mempunyai sifat yang khas. Hal
inilah yang membuat perbedaan dala pemanfaatannya. Berikut ini beberapa
jenis di antaranya.
1. Bambu Apus
Bambu apus dikenal juga sebagai bambu tali atau dalam bahasa Sundanya awi tali. Bambu apus (Gigantochloa apus)
termasuk dalam genus Gigantochloa, jenis bambu yang tumbuh merumpun.
Tingginya bisa mencapai 20 m dengan warna buluh hijau cerah atau
kekuning-kuningan. Batangnya tidak bercabang di bagian bawah,
diameternya 2,5-15 cm, tebal dinding 6-13 mm, dan panjang satu ruas
45-65 cm. Panjang batang yang dapat dimanfaatkan antara 3 m – 15 m.
Bambu apus berbatang kuat, liat, dan lurus. Bentuk batangnya sangat
teratur dengan buku-buku yang sedikit membengkak. Bambu apus hanya
ditemukan di Jawa, mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m
dpl. Rebungnya pahit dan tidak bisa dimakan. G. apus terkenal paling
bagus untuk dijadikan bahan baku anyaman karena seratnya yang panjang,
halus, dan lentur. Sebaliknya jenis bambu ini tidak baik digunakan sebagai alat musik, karena buku-bukunya yang cekung menyebabkan gaung yang tidak beraturan.
Bambu ini, dalam keadaan basah berwarna
hijau dan tidak keras. Sebaliknya bila sudah kering warnanya menjadi
putih kekuning-kuningan, liat, dan tidak mudah putus. Karena itu, tak
heran bila bambu ini digunakan sebagai bahan utama untuk kerajinan
anyaman.
2. Bambu Betung
3. Bambu Gombong/Ater
Bembu betung (Dendrocalamus asper Schult. F. Backer) dalam bahasa
daerah populer dengan sebutan awi bitung, bambu betung, deling betung,
jajang betung, dan pereng betung. Jenis bambu ini memiliki rumpun yang
agak sedikit rapat dengan pertumbuhan yang sangat lambat. Tinggi
buluhnya mencapai 20 m dengan garis tengah sampai 20 cm. Panjang ruasnya
40-60 cm sedang ketebalan dinding buluh mencapai 1-1,5 cm. Jenis bambu
ini bisa dijumpai mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 2.000 m
dpl.
Bambu betung banyak digunakan sebagai
bahan bangunan, bahan baku pembuat dinding rumah yang dianyam atau
dibelah, furniture, dan berbagai kerajinan seperti keranjang bambu.
Rebungnya yang digunakan untuk sayur, terkenal paling enak di antara
jenis-jenis bambu lainnya.
3. Bambu Gombong/Ater
Bambu gombong/ater Gigantochloa verticillata Munro
(G. atter Kurz) tumbuh sangat merumpun. Tinggi buluhnya mencapai 26 m
dan tumbuh tersebar mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 m
dpl. Garis tengah pangkal batangnya mencapai 4-13 cm dengan tebal
dinding 6-20 mm. Warna buluhnya hijau atau hijau dengan garis-garis
kuning membujur. Forma yang sebagian dari batangnya bergaris-garis di
Jawa Barat disebut sebagai bambu andong, sedang yang tidak bergaris
ater. Bambu andong ini dalam bahasa Sunda dikenal sebagai awi andong,
awi gombong, awi surat, awi temen, sedang dalam bahasa Jawa disebut
sebagai pring surat. Rebungnya merupakan yang terbaik dari rebung jenis
bambu lainnya. Umumnya bambu ini banyak digunakan sebagai bahan baku
bangunan, chopstick dan berbagai kerajinan tangan.
Forma yang kedua, buluhnya tidak
bergaris dan disebut sebagai bambu ater. Buluhnya berwarna hijau
kehitam-hitaman atau ungu tua. karena ciri
itulah jenis ini dinamai bambu hitam. Rumpunnya agak jarang. Batangnya
tumbuh tegak, bisa mencapai ketinggian 20 m, garis tengah batang 5-10
cm, dan panjang ruasnya 45 cm – 60 cm. Pelepah buluhnya selalu ditutupi
oleh miang yang melekat dan berwarna hitam. Pertumbuhan jenis bambu ini
tergolong lambat. Bambu hitam tersebar di Jawa dan hidup pada ketinggian
0-650 m dpl. Jenis bambu ini juga populer dengan sebutan pring wulung
atau awi hideung. Bambu hitam banyak digunakan sebagai bahan baku
furniture, dinding dari bambu, alat musik, alat rumah tangga dan
kerajinan tangan, bahkan juga sebagai pipa air dan pagar di desa-desa.
Bambu hitam, dalam keadaan basah
kulitnya tidak begitu keras, tetapi setelah kering sangat keras dan
warnanya menjadi hitam kecoklat-coklatan.
4. Bambu Tutul
Bambu tutul (Bambusa vulgaris Schrad)
dalam bahasa daerah dikenal juga sebagai awi ampel, awi gading, awi
koneng, awi tutul (Sunda), pring ampel, pring ampel kuning, pring
gading, pring legi, pring tutul (Jawa).
Jenis bambu ini tumbuh merumpun tidak
terlalu rapat. Tingginya antara 15-20 m, besar pangkal batangnya bisa
mencapai 10 cm, tebal dinding 10-15 mm, dan panjang ruas 20-45 cm. Warna
buluhnya hijau, kuning, hijau dengan garis-garis kuning membujur atau
kuning dengan bercak-bercak cokelat. Jenis bambu ini memiliki
pertumbuhan yang cepat, mudah diperbanyak, dan dapat tumbuh baik di
tempat yang cukup kering.
Aneka Kerajinan Dari Rotan
Aneka Kerajinan Dari
Rotan
Kerajinan dari rotan
memang sudah menjadi beragam benda yang ada disekitar kita. Rotan
adalah sejenis tumbuhan yang banyak hidup di bagian tropis seperti di Indonesia.
Rotan mempunyai diameter kurang lebih 2 hingga 5 cm, tidak berongga,
beruas-ruas panjang, dan berduri keras. Duri yang dimiliki rotan adalah
alat melindungi diri dari hewan. Jika ditebas (dipotong) batang rotan
akan mengeluarkan air, ini sebagai sarana bertahan hidup dialam bebas.
Kembali ke kerajinan dari rotan, ada banyak sekali hasil kerajinan tangan
dari rotan. Rotan tidak hanya sekedar tumbuhan saja, kini rotan menjadi
salah satu bahan untuk membuat kerajinan. Ada banyak produkyang
dihasilkannya seperti kursi, meja, keranjang dan lain sebagainya. Jika
anda mencari contoh hasil kerajinan dari rotan, silakan baca ulasan
kerajinan dari rotan berikut ini.
Aneka Kerajinan Dari Rotan
1. Kursi & Meja
Kerajinan dari rotan yang pertama adalah
kursi dan meja yang terbuat dari rotan. Coba lihat karya yang terbuat
dari rotan berikut ini, bagus bukan?
2. Tempat Lampu Cantik
Ada tempat lampu cantik yang dapat kita buat menggunakan rotan. Indah sekali bukan? Lampu ini cocok jika diletakkan di kamar.
3. Rak
Rotan bisa diolah menjadi sebuah rak
lho. Lihat gambar dibawah ini, rak yang terbuat dari rotan ini bisa
untuk meletakkan benda pernak-pernik hingga baju.
4. Tas Cantik
Wah cantik juga tas ini, bisa dibawa
untuk bepergian. Eh, tas cantik ini terbuat dari rotan lho, coba lihat
gambar dibawah ini, cantik sekali bukan?
5. Hasil Kerajinan Rotan Lainnya
Masih banyak kerajinan rotan lainnya, ada penimang bayi, rak, keranjang dan sebagainya. Coba lihat gambar dibawah ini.
Unik sekali bukan beberapa hasil kerajinan rotan ini? Jangan hanya melihat saja, anda juga bisa membuat kerajinan dari rotan ini lho, carilah inspirasi dari gambar-gambar diatas lalu kembangkan, selamat mencoba.
Langganan:
Postingan (Atom)